Penulis : Hesti Pratiwi
Jangan hanya bicara soal uang kepada pasangan hanya untuk pembelian besar, bicarakan juga masalah, anggaran serta tujuan.
Tahukah Anda bahwa masalah keuangan bisa mengarah pada konflik yang lebih besar? Bukan hanya masalah uang yang tidak cukup memenuhi kebutuhan rumah tangga. Kecurigaan akan aliran uang yang tak jelas oleh pasangan juga bisa menimbulkan perkara sendiri.
Setuju atau tidak, kenyataannya keuangan bisa menjadi sumber kesengsaraan perkawinan. Suami yang curiga istrinya boros dan istri yang tak senang suaminya terlalu banyak membantu keluarga. Bila masalah ini terus dipendam akan menyulut pada masalah lainnya. Ketidakpuasan ini akan merembet pada hal lainnya, masing-masing jadi mudah kesal dan marah-marah. Memiliki visi yang sama soal keuangan dan saling terbuka masalah keuangan akan membuat rumah tangga Anda harmonis.
1. Menyediakan waktu
Kebanyakan pasangan "berbicara" tentang uang ketika mereka memutuskan untuk membeli sesuatu. Saat memasukan anak ke sekolah, membayar uang pangkal, tagihan datang, atau ketika tidak ada cukup uang di tangan untuk sesuatu yang dibutuhkan. Jadi, hal pertama yang perlu dilakukan adalah membuat kesepakatan untuk duduk bersama bicara masalah keuangan. Ingat pembicaraan ini bukan untuk berdebat. Katakan padanya bahwa tujuan dari pembicaraan ini adalah untuk fokus pada perbaikan dan masa depan.
2. Mendengarkan
Jika Anda sudah bersama - sama untuk waktu yang lama, kemungkinan diam-diam akan ada perasaan tak adil yang dirasakan salah satu dari pasangan. Misalnya pasangan merasa Anda seenaknya menghabiskan uang untuk membeli baju dan sepatu, sementara dia harus berhemat untuk biaya mencat rumah. Sebaliknya Anda sedang berhemat ingin membeli lemari baru suami malah membeli gadget baru. Jadi perasaan tak adil ini mungkin saja bisa terpancing keluar saat berbicara. Agar tidak berujung pada pertengkaran perlu disepakati beberapa hal di bawah ini :
√ Sebelum Anda berbicara, masing-masing dari Anda harus membuat daftar poin yang Anda ingin disampaikan kepada pasangan Anda.
√ Duduk saling berhadapan, tanpa ada benda apa pun di antara kalian. Saat berbicara bertukar peranlah satu menjadi pembicara yang lain mendengar.
√ Mengatur penghitung waktu selama 2 menit, Pembicara harus mulai setiap kalimat dengan saya, bukan kamu untuk menghindari menyalahkan yang lain, dan tidak menggunakan kata-kata menghakimi, seperti tidak bertanggung jawab atau bodoh. "Saya khawatir ketika kita mulai mengutak atik tabungan kita" lebih baik daripada "Kamu selalu mengambil tabungan dan menghabiskan dengan tidak bertanggung jawab!" Pembicaraan harus menekankan pada fakta misalnya, tak punya dana pensiun, tabungan yang selalu habis (atau bahkan tak punya), gaji yang habis sebelum waktunya. Selain itu pembicaraan juga fokus dengan yang Anda dan dia rasakan, bukan penilaian dari tindakan orang lain.
√ Sebagai pendengar tidak seharusnya berkomentar atau membela diri. Dia malah harus hanya mencerminkan kembali apa yang dikatakan pembicara.
√ Bertukar peran menjadi pembicara dan pendengar, tujuannya adalah untuk saling mendengarkan kekhawatiran pasangan.
√ Jika pembicaraan mulai memanas, istirahat 20 menit dan coba lagi. Kembalikan pembicaraan yang menempel pada fakta dan perasaan.
3. Membentuk tim
Sekarang semuanya sudah jelas, kalian sama-sama tahu kekhawatiran dua belah pihak. Misalnya, si dia berpikir Anda menghabiskan uang terlalu banyak untuk anak-anak, atau Anda tidak menyimpan cukup untuk pensiun.
Selama beberapa hari berikutnya, masing-masing harus membuat daftar hal-hal yang ingin ditingkatkan. Setelah itu pilihlah gol tunggal dari masing-masing daftar pribadi Anda dan pasangan, misalnya membeli rumah, dana pensiun dan segalanya. Jangan keberatan jika gol tunggal tersebut bukan prioritas utama Anda (atau dia). Intinya adalah bahwa Anda dan dia berada di tim yang sama, akhirnya.
Sumber: WomansDay
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !